Olaf the Snowman - Disney's Frozen

Jumat, 16 Oktober 2015

"Media yang Adil dan Tidak Memihak Serta Teliti dalam Menyampaikan Berita" - oleh Bapak Jimmy Silalahi


Pada tanggal 15 Oktober 2015, pelajaran kapita selekta Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara dihadiri oleh dosen tamu yang merupakan salah satu dari 9 anggota Dewan Pers,yaitu Bapak Jimmy Silalahi . Di perkuliahan yang singkat ini, beliau banyak berbagi ilmu seputar media massa diindonesia dan batasan - batasannya, serta bagaimana kinerja Dewan Pers dalam menanghadapi suatu permasalahan terutama dalam hal pemberitaan Korupsi oleh media di Indonesia, berikut kutipan yang dapat kelompok kami rangkum:


Tugas dari seorang dewan pers adalah
1. mengadili sengketa pers
2. mengawasi media cetak online, cetak dan elektronik.



Pemilik media yang baik tidak langsung terjun di dalam dunia politik. Terutama juga didalam suau masalah yang sedang dihadapi, intinya adalah tidak boleh mencampur adukan dengan masalah politik yang sedang ada. Ketika masuk kedalam pembahasan mengenai KORUPSI. Korupsi itu berdampak kepada kita semua. Terutama masyarakat di Indonesia yang selallu terkena terpaan korupsi parah pemerintahnya sendiri. Didalam korupsi, terdapat yang namanya Koruptor. Koruptor merupakan copet, atau yang biasa disebut dengan perampok. Mengambil sesuatu yang bukan miliknya sendiri. Kalau diluar negeri sendiri, koruptor disebut dengan istilah extraordinary crime.

Berita harus dapat dijelaskan secara mendalam dan tidak boleh terdapat pembohongan didalamnya.Contohnya adalah reporter TV One yang berbohong melalui media dalam penyampaian pesan kepada penonton. Berita tersebut menekankan bahwa foto tersebut mereka dapatkan sendiri, padahal setelah ditillik balik lagi, ternyata foto tersebut mereka dapatkan dari media sosial, bukan dapat dari tangan sendiri. 

 

Kita semua menganut prinsip praduga tak bersalah, tetapi media tidak. Media tidak menganut prinsip yang sama seperti kita. Oleh karena itu, Frasa dalam berita haruslah lugas. Terdapat begitu banyak Dilema didalam prinsip wartawan pers. Dibawah ini akan dijelaskan satu per satu :

1. didalam menyajikan dan menyampaikan suatu berita atau informasi, tidak dalam jadi bohong. Kecuali penyampaian beritanya jangan sampai menghancurkan prinsip kedalaman suatu berita.

2. Harus lugas. Jika tidak lugas, maka dipastikan tidak akan menarik suatu berita tersebut. Terkadang kita temui teman media membuat suatu tokoh tersangka. Dalam hal tersbeut sama saja dengan menghakimi tanpa mengetahui kepastian informasi yang didapat atau diperoleh.

3. Ruang Privat contohnya adalah rumah. Ruang Privat tidak boleh sembarang orang mengakses walaupun wartawan sekalipun tidak diperijinkan untuk sembarangan mengakses ruang privat seseorang, sekalipun orang tersebut adalah koruptor atau penjahat.
Ruang Publik contohnya adalah jalanan.  Kalau ruang publik semua orang boleh mengaksesnya.

4. banyak wartawan yang berprinsip harus lebih cepat dapat informasi tersebut sebelum wartawan lain mengetahuinya. Kalau bisa, cepat secepat kilat.



Wartawan harus memahami kode etik jurnalistik. Jurnalis hanya diperbolehkan untuk memberikatakan fakta, kalau tidak fakta tidak boleh saling mendahului. Berita dapat dengan cepat menaikkan image suatu Negara, tetapi berita juga dapat dengan cepat menjatuhkan image Negara. Berita dapat memprovbokasi suatu pihak. Silahkan media kritis terhadapt suatu permasalahan atau berita yang ada, tetapi tetap harus dengan koridor kesatunan yang ada.Berita media sangat berdampak kepada psikologi seseorang. Ketidakrelasan dari news room, tidak memerhatikan psikologis seseorang seperti priskologis keluarga atau seseorang diberitakan terus-menerus dalam sepekan atau hampir setiap hari.

Berita tidak boleh tidak akurat, berita juga tidak boleh menghakimi opinin, juga tidak boleh mencampurkan fata dan opini. Berita juga tidak boleh memasukkan bahasa yang bombastis dan keterangan sumber juga harus berdasarkan dengan yang dikutip. Wartawan juga harus dengan cerdas memilih kata-kata yang pantas untuk diterbitkan.



Frekuensi merupakan suatu ranah publik. Frekuensi adalah milik seluruh masyarakat Indonesia yang dipinjamkan kepada Televisi dan Radio. Kita berhak mengawal, menganalisa dan mengevaluasi dewan pers. Masa berlaku frekuensi adalah TV selama 10 tahu, dan Radio selama 5 Tahun.

Kesimpulannya adalah “Sekarang kita harus cermat. Didalam UUD 45 terdapat peran kita terhadap pemberitaan pers. Kita berhak mengawal media didalam pemeberitaan.” Jika memang ada berita yang tidak sesuai atau dirasa merugikan kita berhak untuk meminta keadilan, karena memang media seharusnya memberitakan hal yang benar bukan dibuat - buat dan frekuensi yang digunakan oleh media massa adalah milik seluruh rakyat sehingga kepentingan rakyatlah yang utama, bukan untuk kepentingan pemilik media dan media itu sendiri harus cermat dalam pemilihan kata yang digunakan agar tidak memprovokasi pihak - pihak tertentu.




 Akhir kata kami dari Kelompok 7 (Febiyanto 915120105, Meilani Dharmawaty 915120110, Marscel Jurdanes Ramli 915120114, dan Harry Clinton 915120129, mengucapkan banyak terima kasih atas pengalaman dan pelajaran yang telah dibagikan oleh Bapak Jimmy Silalahi, pembelajaran dari bapak telah memberi kami gambaran dari kinerja Dewan pers yang memang mengawasi kinerja Pers di indonesia, hal itu memang penting karena kami dari Fakultas Ilmu komunikasi banyak yang tertarik bekerja dalam lingkungan media massa, dan saran bapak agar kami menjadi pribadi yang adil dan tidak memihak dalam memberitakan informasi pastinya kami ingat selalu karena kemajuan Indonesia ditangan kami generasi yang memihak untuk kesejahteraan rakyat indonesia bukan untuk kepentingan sekelompok orang semata. Terima Kasih banyak Bapak  Jimmy Silalahi :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar